Monday 13 February 2017

Gagal Kreatif

Ada yang mengganjal di benak saya usai perkuliahan siang hari ini. Tidak seperti biasanya, kali ini saya merasa aneh saja dengan mata perkuliahan yang saya ambil. Awalnya, saya senang-senang saja mengambil mata perkuliahan yang “konon” dapat melatih kemampuan menulis seseorang. Namun setelah apa yang terjadi siang tadi, saya jadi berpikir ulang tentang anggapan awal saya tersbut.
Cerita dimulai dari perkuliahan yang sama tepat seminggu yang lalu. Di akhir kuliah, sang dosen memberikan tugas kepada seluruh mahasiswa yang mengambil mata kuliahnya untuk membuat sebuah tulisan menarik dengan tema bebas. Saya tak sebut genre tulisan yang dimaksud, karena secara garis perbincangan unsur kreatif dan menarik adalah hal yang berulang kali dikatakan sebagai indikator. “Usahakan belum banyak yang membahas, jadi nilai kebaruannya ada”, kata sang dosen.
Saya pribadi harus mengakui bahwa kemampuan menulis saya memang menurun drastis beberapa bulan ini. Saya lebih intens mengasah kemampuan mengoperasikan alat pengolah desain (kalau ada yang melarang menyebut mengasah kemampuan desain) saya dibanding kemampuan menulis. Di samping itu, belakangan ini saya juga terbilang lebih aktif untuk berurusan dengan dunia perangkat lunak bebas dan merdeka. Dengan demikian, tugas menulis yang biasanya menyenangkan entah mengapa terasa berat dipendengaran saya.
Singkat cerita, saya pun akhirnya memutuskan untuk menulis bidang yang sedang saya tekuni sebagai pengembang salah satu distribusi Linux lokal. Saya susun sedemikian rupa kalimat demi kalimat semampu saya hingga tersusunlah sebuah wacana. Dalam tulisan tersbut, sengaja saya tidak membahas persoalan teknis yang terlalu detail lantaran saya menyadari bahwa kemungkinan besar pembacanya adalah orang yang belum begitu familiar dengan distribusi lokal yang saya bahas.
Siang tadi kelas dimulai. Saya agak deg-degan sebanarnya. Sudah lama sekali saya tak menulis semacam ini. Terakhir saya menulis adalah berkaitan dengan tutorial untuk melakukan beberapa aksi pada distribusi lokas dan menjawab wawancara tulis dari admin kabarlinux.web.id. Satu demi satu tulisan di kelas diseleksi, dan sepertinya saya melihat tulisan saya tersingkir begitu saja. Ah, saya sangat menerima hal tersebut. Tentu saja karena saya menyadari bahwa tulisan saya tidaklah terlalu bagus bila dibanding yang lain. Hampir semua tulisan yang masuk nominasi tulisan terbaik membicarakan tentang kebudayaan. Hanya saja, ada hal yang cukup miris terdengar di akhir perkuliahan, yakni ketika sang dosen seketika berkomentar mengenai tulisan yang saya buat.
“Tadi ada yang bahas soal Linux, langsung saya lewati. Tulisan seperti itu pasti sudah banyak di internet, jadi nggak menarik lagi”. Jleb! Apa yang sempat saya khawatirkan semalam benar terjadi. Andai tulisan saya tersingkir sebab mutu tulisan saya yang rendah, saya akan dengan lapang menerima sebab saya memang mengakui hal tersebut. Namun, ini sudah masuk soal selera sepertinya. Seketika saya jadi hilang mood. Saya seperti kehilangan ruang di kelas tersebut. Saya jadi dungu soal istilah menarik dan kreatif. Apa yang saya baca semalam tentang human interest yang konon masuk dalam kategori genre tulisan ini seolah menjadi mitos dalam waktu yang begitu cepat.
Ah, sudahlah. Tulisan ini sebenarnya juga tidak ada gunanya. Tidak menarik bagi siapapun dan tidak kreatif sama sekali. Pun demikian, sampai detik ini entah mengapa saya malah merasa lebih memiliki kemampuan untuk menulis/membahas mengenai hal-hal seputar open source dan tutorial-tutorial yang berkaitan dengan itu dibanding membahas mata perkuliahan yang saya ambil. Celaka.
Bagikan: