Friday 30 October 2015

Sekali Lagi Tentang Presiden RI dan Open Source!

Beberapa hari belakangan ini, di beberapa forum yang aku ikuti terdengar begitu riuh soal Pak Onno "yang menggugat" presiden RI. Beberapa media mengabarkan berita tersebut dan berujung pada debat kusir pada kolom komentarnya. Jika melihat cara mereka berkomentar, boleh aku katakan sebagian besar dari mereka yang berdebat tidak begitu paham apa yang merek kritiki dan apa yang mereka persalahkan.

Beberapa komentator yang moderat seringkali mengucapkan, “Semua hal kan ada positif dan negatifnya”. Untuk kali ini aku tidak terlalu tertarik untuk ikut berdebat mana yang salah mana yang benar. Semua bisa saja benar, tapi bisa juga salah. Anggap saja kita sedang berjudi tentang nasib masa depan yang akan terjadi pasca terjadinya MoU RI dengan Microsoft.

Aku memang pernah menulis soal surat tentang pengguna open source yang meminta perhatian dari pemimpin negeri. Namun, apalah arti surat bodoh itu. Usai mengikuti pesta rilis Ubuntu Wily kemarin, aku jadi terngiang-ngiang soal dukungan open source di Indonesia.

Sekarang, persetan dengan apa yang mau dilakukan oleh para petinggi negara. Jika itu dianggap yang terbaik, maka biarkanlah. Namun tetap saja, sebagai pengguna open source, aku merasa perlu adanya sedikit perubahan dalam tubuh komunitas yang telah berkembang cukup pesat.

Aku sempat kagum dengan apa yang telah dilakukan oleh tim GrombyangOS. Ya, mereka benar-benar terjun ke lapangan untuk memberikan sosialisasi tentang FOSS dan Linux. Anggaplah itu adalah contoh yang sederhana dan langkah pertama yang cukup baik dan perlu dilanjutkan serta di kembangkan.

Soal biaya? Untuk sebuah harapan kemerdekaan, tentu saja sedikit banyak ada biaya yang harus dikeluarkan. Orang Jawa bilang, “Jer basuki mawa bea”. Tapi entah mengapa aku merasa nggak ikhlas kalau uang negara dilarikan keluar negeri untuk membeli perangat lunak dan embel-embel dukungan yang akan diberikan.  Aku lebih senang kalau duit negara itu dipakai untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam negeri ini, di bidang apapun lah . . . asal bukan bidang suap dan korup lho!

Mereka lebih baik, ya tentu saja. Kacamata mereka adalah kacamata bisnis. Tapi ayolah, sampai kapan kita akan jadi konsumen. Seperti yang sudah pernah aku bilang sebelumnya, meski tak sebaik produk yang komersial, namun setidaknya kita mampu mengembangkan produk yang sepadan dan cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan perkomputeran sehari-hari. Jangan pernah lupa, ketika negara ini dibentuk, negara ini cuma punya modal semangat dan tindakan-tindakan pasti secara pelahan hingga terwujud keadaan seperti sekarang ini. Nah, lalu kenapa kita takut untuk membuat perubahan?

Maaf, maaf . . . Aku mulai nglantur, intinya ada atau tidak adanya dukungan pemerintah, bukanlah alasan bagi pengguna open source untuk berhenti berkarya. Menjadi pengguna fanatik, sesekali bukanlah masalah, asal fanatik yang memberikan solusi. Kita sudah memiliki lumayan banyak SDM dan karya-karya open source. Tinggal bagaimana mengemasnya saja. Ini bukan soal pemasaran melulu, ilmu dan pengetahuan tidak melulu harus menjadi barang dagangan. Pada suatu posisi, pengetahuan harus menjadi barang yang dapat dibagikan secara cuma-cuma. Dan terakhir, untuk Anda, Pak Presiden RI, tolong jawab pertanyaan ini--bila Anda sempat membaca tulisan ini tentunya--, “Adakah yang salah dari sebuah harapan untuk terbebas dari belenggu produk asing? Adakah yang slaah dari keinginan untuk memerdekaan Indonesia? Adakah yang salah dengan membangkan produk dalam negeri yang meskipun masih ala kadarnya ini? Apakah kami salah bila kami berujar seperti ini?”. Saya yakin Anda orang cerdas dan hebat, namun mungkin belum kenal dengan barang yang namanya Open Source, jadi tentu saja aku tidak bisa menyalahkan orang yang tidak tahu.
Bagikan:

Puisi di Wily Release Party 2015

Seseorang yang "lupa" aku tanyakan namanya memintaku untuk memosting puisi yang aku bawakan dalam Pesta Rilis Ubuntu di Fakultas Teknik siang-sore tadi. Jujur saja aku akui, bahwa jika dikoreksi dari sudut pandang sastra, puisi yang aku bawakan bukanlah termasuk puisi yang bagus karena ada beberapa unsur puisi yang "sengaja" aku abaikan. Hal itu aku lakukan bukan tanpa sebab, setidaknya aku hanya ingin menyesuaikan dengan hadirin yang mendengarkan,. Tentu saja aku dapat mengatakan bahwa hadirin yang ada di tempat tersebut belum tentu paham ihwal sastra, maka dari itu goal yang aku harap dari puisi yang aku buat lebih condong ke pehaman dan pesan yang ingin aku sampaikan, dan semoga berhasil.

By the way, thanks banget buat arek-arek panitia dari Fakultas Teknik yang telah memberikan aku kesempatan buat membawakan puisiku, thanks juga buat Mas Dedy dkk, keren dah pokoknya!

Oh, iya ini puisi yang aku bawakan tadi. Semoga bermanfaat!

Sebuah Pertemuan Penguin Garuda

telah terbit matahari pagi ini
untuk jadi saksi kita berkumpul di sini
tak lain sekedar menyatukan visi hati
berharap sebuah kesepakatan akan lahir

mengapa niat baik jarang terlihat
mengapa niat baik selalu jadi barang teracuhkan
mereka sebut kita bagian dari hacker (sedikit penjelasan)
dimana salahnya?

bukankah kita berdiri dengan kaki yang kita miliki
kita ambil bagian soal perkembangan teknologi
kita coba tak sekedar jadi pengikut ketidakpastian
kitalah simbol dari kebhinekaan yang telah lama terkonsep

berbagi bagian dari kehidupan
pengetahuan tak ubahnya bom waktu yang harus segera dilempar
bagai makanan jutaan orang lapar
tak mau berbagi adalah tanda kematian hidup

kita bukan pengemis bukan peminta-minta
bukan saatnya bergantung pada yang duduk di kursi
untuk apa sebuah harapan
bila akhirnya dikecewakan

maka kawinkanlah kegagahan garuda dengan kedermawanan penguin
sudah tiba masa kita bungkam segala suara
yang tak pernah lelah pandang sebelah mata cita-cita kita
apa yang salah dari keinginan merdeka?

tapi kenapa mereka asingkan kita
kita bukan pejabat yang naik pangkat jadi koruptor
kita bukan teroris yang rajin membenihkan teror
kita hanya ingin berbagi mengapa sulit sekali

matahari masih saksikan pertemuan kita
saudaraku, kita berjuang tanpa mengenal nama
kita membantu tanpa pandang sara
tak ada pamrih diantara kita, dan semoga itu berlaku selamanya

sekarang tiba saatnya sebuah pertanyaan
apa penguin yang kita piara, akan terbiarkan mendekam
atau kita terbangkan dengan sayap garuda raya?
itu sebuah pilihan


Yogyakarta 2015
Rania el-Amina
Puisi ini terinspirasi dari Sajak Pertemuan Mahasiswa karya Si Burung Merak
Bagikan:

Sunday 25 October 2015

Rindu pada Rasa

Kalu boleh aku katakan, aku tak begitu paham motifku dalam menulis tulisan ini. Aku rasa tulisan kali ini benar-benar berangkat dari kegersangan hatiku yang berlarut-larut. Secara sederhana, aku sedang mengalami kerinduan yang tak jelas. Ya, tak jelas pada siapa, dan tak jelas mengapa aku merasa rindu. Namun, yang sementara ini kusadari adalah kerinduanku pada sesuatu yang kesebut rasa.
Sudah sebulan lebih sandaran yang selama ini menegakkan hatiku pergi. Sesuatu yang rumit membuatnya lenyap begitu mudahnya. Menyisakan lembab dan basah di kedua pipi. Entahlah, apakah hidup yang dijalaninya saat ini mengalami perubahan dengan ada atau tidak adanya diriku, aku tak tahu. Lagi-lagi aku sekedar tahu, bahwa kalimat dalam puisi Chairil Anwar benar-benar berlaku pada diriku. Ya, batinku terasa mampus karena dikoyak sepi.
Ketika kembali kupndangi foto-fotonya yang tersenyum, kubaca kembali surat demi surat yang pernah ia kirimkan untukku, seketika sesak sekali dadaku. Aku tak mampu mengatur naik-turun napasku. Aku ingin menyapanya kembali, namun rupanya kehangatan yang dulu telah benar-benar marah padaku dan mungkin hengkang karena alasan itu.
Ya, sadar atau tidak, ini tulisan memang nglantur. Aku tak tahu harus dengan kalimat apa kurepresentasikan perasaanku ini. Puisi tak lagi cukup untuk mengobati kerinduanku pada rasa. Jika aku trus berdiam diri seperti ini, aku seolah merasakan perih Zainuddin ketika ditinggal oleh Hayati. Seperti Rendra yang kehilangan intuisi kebahasaannya, atau seperti Sujiwo Tejo yang kehilangan republiknya.
Kekacauan ini mungkin saja simbol dari kekacauan dalam diriku yang sebagian memang aku biarkan keluar. Kekecewaan pada diriku pasca acara dimalam Jumat kemarin jelas masih tergambar detail di kepalaku. Dalam nuraniku pun aku sedang terjadi kecamuk antara aku dan seseorang yang mengaku-aku diriku. Arg! Aku tak bisa menjelaskan, sialan! Kali ini, aku benar-benar ingin airmata basahi wajahku, aku ingin airmata melegakan semua yang kusebalkan ini, bagai awan yang menyatu sebagai air dalam hujan.

Rania dalam Ombangambing Hati
Bagikan:

Saturday 17 October 2015

Angin Apa Ini Dinginnya Melebihi Rindu (Puisi Cinta Tanpa Cinta)

Angin apa ini dinginnya melebihi rindu
Rantingranting pohonan jadi bersampur merah
Mengajakku menari gigil di bawah jembatan
Rahim tua yang melahirkan anakanak sungai

Mimpiku pun jatuh pada selembar daun
Dihempaskannya di atas batubatu kali
Sebelum terbawa arus deras lahar dingin
Hancur dan sampai muaranya: lautmu

Betapa mungkin angin tipis ini rutin
Mengurai rambut panjangmu menjadi gerimis
Sebelum hujan pecah di bingkai jendela
Dan kupukupu terbang ke dalam cermin kamarmu

Asef Saiful Anwar


Puisi tersebut pertama kali aku dengar dibawakan oleh grup musikalisasi puisi Ramu Rima saat acara Kampung Budaya FIB UGM. Sejujurnya saat awal mendengar aku kurang begitu tertarik dengan puisi yang dinyanyikan oleh grup tersebut. Alsannya simpel, karena aku tak bisa menangkap dengan jelas kalimat yang terlantun dari puisi karya Asef Saiful Anwar itu.
Kemudian, setelah beberapa bulan di FIB entah ada angin apa, tiba-tiba aku memiliki hasrat untuk mencari tahu puisi Angin Apa Ini Dinginnya Melebihi Rindu. Alhasil, aku pun mendapatkan syair utuh tersebut dari buku antologi dengan judul yang sama dari salah seorang teman dudukku. 
Lamat-lamat aku perhatikan bait demi bait puisi tersebut. Lalu aku mecoba menyanyikannya dengan nada yang tentunya tak sebaik penyanyi aslinya. Aku bukan seorang ahli perpuisian, namun boleh dibilang aku adalah penikmat puisi yang sok, sok ingin tahu apa maksud dari puisi yang aku dapatkan itu.
Aku tahu dan amat menyadari bahwa ada nilai romantisme dalam puisi angin tersebut, namun aku sendiri tak tahu mengapa jadi demikian. Padahal tak ada satupun kata cinta kutemukan dalam tiga bait puisi itu. Ya, romantisme cinta tanpa kata “cinta”. Setidaknya aku bisa membayangkan seorang yang amat cantik muncul dalam imajinasiku saat menghayati puisi tersebut. Perempuan yang tergerai ramputnya, perempuan yang mampu menggetarkan kehidupanku, perempuan yang melahirkan kerinduan pada hatiku. 

Rekan-rekan yang ingin mendengarkan bagaimana puisi ini dilantunkan atau dimusikalisasikan dapat mendownload lagunya di link bawah ini.



Bagikan:

Saturday 10 October 2015

IGOS Nusantara Server 2.0 Bromo, distro Linux untuk server buatan dalam negeri dengan fitur keamanan kelas enterprise

Proyek sistem operasi terbuka berbasis Linux, IGOS Nusantara (IGN) yang dikembangkan Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bersama dengan komunitas belum lama ini merilis IGOS Nusantara Server 2.0 dengan kode rilis Bromo sebagai solusi sistem operasi untuk server di lingkungan enterprise.
Selama dua tahun sejak 2013 lalu, IGOS Nusantara Server mulai dikembangkan oleh tim pengembang IGN. Pengembangan dilakukan dengan memakai kode IGN X9 lalu berubah menjadi IGN S9 inilah cikal bakal untuk IGN Server 1.0 yang diberi kode rilis (Gunung) Argopuro.
Basis pengembangan IGN Bromo ini sendiri dikembangkan dari seri Redhat Enterprise Linux 7 (RHEL7) dan Centos 7 sehingga membuat IGN Server 2.0 memiliki karakteristik yang sama sebagai distro untuk enterprise.
Pengembang IGN Server 2.0 Bromo dilakukan melalui proses kompilasi ulang kode sumber dari RHEL dan CentOS. Penyesuaian dari merek dagang yang tertera menjadi IGOS Nusantara dan perubahan yang dilakukan ini mengacu pada aturan GPL yang dianut oleh RHEL.
Dirilis sebagai sistem operasi server, IGN Server 2.0 diklaim mampu menawarkan tingkat keamanan yang lebih baik, update teknologi terbaru dan jaminan kestabilan sistem yang telah diuji serta kompatibilitas IGN Server 2.0 dengan RHEL akan dapat diperoleh dengan baik.
Dipilihnya RHEL 7 karena memberikan dukungan update ke pengguna dalam waktu yang lama, sehingga IGN Server 2.0 akan memberi dukungan update yang mirip.
IGN Server 2.0 memungkinkan berbagai service dapat berjalan diatasnya antara lain lain Web Server, Mail Server, Proxy Server, OpenGeo, OpenStack, CloudStack, Virtualisasi dan sebagainya.
Fitur keamanan yang ada pada IGN Server ini menggunakan Security-Enhanced Linux (SELinux). SELinux telah sejak lama dikembangkan, penyempurnaan ekstensi keamanan untuk membatasi hak aplikasi-aplikasi sesuai dengan aksi yang dibutuhkan. IGN Server 2.0 juga memiliki fitur untuk melakukan kontrol sejumlah layanan sistem.
Sedangkan untuk penggunaan virtualisasi tersedia sVirt. sVirt memakai sejumlah aturan yang digunakan oleh SELinux yang dapat mengisolasi mesin virtual dari kemungkinan pembobolan. Pencegahan dilakukan dengan mengamankan celah keamanan di Hypervisor via sistem tamu (guest system) dan menutup kemungkinan mengakses sistem Host atau mesin-mesin virtual lainnya. Seperti pada sistem Firewall yang ketat dan restriktif, administrator sistem diharapkan memahami cara kerja dan solusi keamanan yang ditawarkan SELinux.
IGN Server 2.0 saat ini telah tersedia dalam bentuk CD instalasi. IGN Server 2.0 versi LIVE akan disediakan pada bulan berikutnya. Pengguna yang akan memakai melakukan instalasi ke harddisk harus membakar ISO image IGN Server 2.0 CD instalasi ke CD kosong, selanjutnya melakukan booting dari CD dan instalasi ke harddisk.
Saat ini IGN Server 2.0 Bromo telah tersedia melalui repositori Igos Nusatara dan repositoriLIPI.

Source : HarianTI.com
Bagikan:

Ubuntu Wily Release Party Akhir Oktober di UGM Yogyakarta

Pagi agan-agan semua . . . .
Yang merasa masih sanggup untuk mendukung gerakan Open Source di Indonesia . . .
Yang masih memiliki semangat Garuda feat. Penguin di dalam dada
Yang masih ingin belajar dan terus belajar seputar Linux
AYO. . . 
--bentar, aku ngomong apa sih, kaya orasi nggak jelas . . . Peace!

Ok, Rania ada info buat agan-agan sekalian, khususnya yang tinggal di wilayah Jogja, jangan sampai terewatkan yah . . .Wily Release Party di WRP UGM yang akan digelar pada 30 Oktober nanti . . . .




Acara ini wajib banget buat kamu yang juga ingin update perkembangan Digital Forensic dan perkembangan Mobile App Development yang lagi hits ini.
atau yang mau tahu apa aja update versi ubuntu ini dan ilmu yang lagi hits ini? Reserve a ticket now!
Pendaftaran: Ugm.id/DaftarWRP
For more info: Ugm.id/WRPJogja
Aku udah daftar lho . . .Sampai ketemu di pesta nanti . . .


Bagikan:

Andai Kau di Sini - Sebuah Parafrase dari Theme Song Detective Conan (Kimi ga ireba)

Suatu masa, tepatnya beberapa tahun yang lalu, rupanya aku pernah memparafrasekan sebuah syair lagu Jepang berjudul Kimi Ga Ireba. Lagu ini tiba-tiba menjadi lagu Jepang pertama kali yang aku suka lantaran ia menjadi theme song film kesukaanku, Detective Conan.

Entah hanya perasaanku (yang baper) atau apa, kupikir ada sedikit unsur romantisme yang terselip dalam hasil parafrase terjemah syair lagu tersebut. Dan silakan mengapresiasi. . . .

-Parafrase Kimi Ga Ireba (Andai Kau di Sini)

Rintik hujan yang jatuh seakan menggores luka lama,
luka yang bahkan tak bisa kulupa usai berdo'a saat memandangmu.

Rania,
andaikan di dunia ini hanya ada satu payung untuk bernanung,
aku akan mencarimu dan memberikan naungan itu padamu,
karena hanya itu yang aku punya.

Biarlah.
Tak apa, biar saja hujan mengguyur hatiku,
setidaknya, semua itu kulakukan untuk sebuah alasan.

Rania,
beritahukanlah padaku,
apa yang mengganggumu,
petang pasti kan pulang,
selayaknya pagi kan datang,
selalu ada cerita bahagia diujung nestapa,
karena tak mungkin hujan tuun selamanya.

Percayalah,
pada suatu masa ia bakal reda,
jadi percayakanlah aku pada hatimu.

Rania,
jika kau memintaku untuk memilih antara bulan dan matahari,
pada bulanlah aku memilih,
karena aku akan dapat bersinar jika bersamamu.

Jangan kau merasa sendiri memikul beban itu,
ingatlah, ada aku di sini,
seseorang yang akan melukis pelangi di hatimu,
membenamkan lara dan menerbitkan bahagia


Pati, 2013

(*).. Harusnya aku mengirim surat ini untukmu sejak dulu, namun aku tak punya keberanian, jadi aku simpan di almari kayuku selama berwaktu-waktu. 

Bagikan:

Tuesday 6 October 2015

Teori Sastra Alex Preminger

Preminger dkk. (1974: 981) mengungkapkan bahwa kebahasaan dan kesastraan tidak lepas dari tindakan sebagai parole (laku tuturan) dari suatu langue (bahasa : sistem linguistik) yang mendasari “tata bahasanya” harus dianalisis. Penelitian harus menandakan satuan-satuan minimal yang digunakan oleh sistem tersebut; penelitian harus menentukan kontras-kontras di antara satuan-satuan yang menghasilkan arti, (hubungan-hubungan paradigmatik) dan aturan-aturan kombinasi yang memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan bersama-sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur yang lebih luas (hubungan-hubungan sintagmatik). Dikatakan selanjutnya oleh Preminger bahwa studi wacana sosiologis sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem wacana kebahasaan dan kesasteraan yang melibatkan analisis mikro sampai analisis makro dalam perspektif wacana sosiologis. Telaah yang demikian dimulai dari telaah teks kebahasaan dan kesatraan yang dapat menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti  secara gramatikal dan selanjutnya diperoleh makna (intended Message) yang lebih mengakar dengan  kontes sosiologis sebuah wacana (discourse is cultutal bound), karena karya sastra merupakan ‘memetic’ atau refleksi dari wacana social (Supratno, 2005)
Karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Dalam sastra ada jenis sastra (genre) dan ragam-ragam, jenis sastra prosa dan puisi, prosa mempunyai ragam : puisi lirik, syair, pantun, soneta, balada dan sebagainya. Tiap ragam itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri
Pemaknaan tersebut semestinya memerlukan konteks ungkapan wacana kesasteraan . Dalam menganalisis karya sasta, peneliti harus menganalisis sistem tanda itu dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam rangka sastra itu mempunyai maknam sebagai perwujudan bahwa karya sastra secara substansial diramu dengan bahan dasar ‘bahasa’ yang dirancang dari konstruksi dengan ‘linguistic enginering’, sehingga melahirkan bahasa yang memiliki estetika tinggi (bahasa sastram / bahasa rinenggo), sebagai contohnya, genre novel merupakan sistem tanda, yang mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) seperti kosa kata, bahasa kiasan yang sensual, diantaranya : personifikasi, simile, metafora, dan metonimi. Tanda-tanda itu mempunyai makna  berdasarkan konvensi-konvensi (dalam) sastra, yang dapat berupa ungkapan-unkapan perbandingan kias, perbandingan dan disampaikan secara elegan, mataporik, dan estetik, sehingga melahirkan efek kompetensi estetika yaaang menimbulkan rasa haru, senang, bahagia, tegang, celamas, iba dan bahkan menjadikan pembaca hanyut dalam perangkap pikiran, idiologi, dan persaan pencipta karya sastra.yang berprinsip pada ketidaklangsungan and ambiguitas. Hal ini, sejalan dengan pandangan Robert Frost yang mengatakan bahwa karya sastra memiliki prinsip ‘saying one thing meaning another’ artinya mengatakan sesuatu, tetapi bermakna lain. Oleh karena itu. Untuk memperoleh pemaknaan yang diharapkan (intended meaning) secara tektual dan kontekstual sebuah wacana kesastran sangat diperlukan aspek-aspek budaya, ideologi, religi, politik dan bahkan aspek psikologi (Cummings, 2005:42).
Arti atau makna satuan itu tidak lepas dari konvensi-konvensi sastra pada umumnya ataupun konvensi-konvensi tanda-tanda kebahasaan. Seperti telah diterangkan, tanda-tanda itu mempunyai arti atau makna disebabkan oleh konvensi-konvensi tersebut. Konvensi itu merupakan perjanjian masyarakat, baik masyarakat bahasa maupun masyarakat sastra, perjanjian tersebut adalah perjanjian tak tertulis, disampaikan secara turun temurun, bahkan kemudian sudah menjadi hakekat sastra sendiri. Sastrawan dalam menulis karya sastranya terikat oleh hakikat sastra dan konvensi-konvensi tersebut. Tanpa demikian, karya sastra tidak dapat dibumikan maknanya secara optimal sampai ke akar-akarnya, seiring dengan paradigm posmoderen.
Pandangan wacana diatas, mengilhami peneliti untuk melakukan analisis wacana sosiologis karya sastra yang menggunakan pendekatan integral telaah kesastra dan kebahasaan, dengan maksud agar dapat dimaknahi secara tekstual maupun kontekstual, sehingga memperoleh  pemaknaan secara terpadu yang tercermin dalam fenomena karya sastra, terutama karya sastra sebagai wahana / kendaraan penulis untuk menghantarkan pikiran, perasaan dan imiginasi pengarang yang terkait dengan fenomena sosial secara dal perspektif sosiologi sastra.
Bagikan:

Monday 5 October 2015

LOMBA CIPTA CERPEN, PUISI, ESAI DAN FOTO ESAI TOTAL HADIAH 13,8 JUTA!

Pagi . . .pagi . . .ayo sudah pada bangun belum? 

Rania ada kabar gembira nih buat rekan-rekan semua. 

Dalam rangka merayakan peringatan Bulan Bahasa 2015, Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada mengadakan beragam kegiatan yang WOW! pastinya menarik. Beberapa diantaranya adalah kegiatan lomba yang berhadiah total uang senilai 13,8 Juta. 


Lombanya apa aja sih? 

Dalam perayaan Bulan bahasa tahun ini, Sastra Indonesia mengadakan berbagai cabang lomba diantaranya lomba cipta cerpen, cipta puisi, esai dan foto esai. 

Lomba-lomba ini dibuka untuk tingkat pelajar dan umum. Ayo tunggu apa lagi? Jangan biarkan karya terbaikmu hanya jadi file belaka di hardisk komputermu, kirimkan segara dan jadilah sang juara! 

Untuk info lebih lanjut silakan klik link berikut

Kami tunggu karya terbaikmu!
Bagikan:

Download STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN


STRUKTURALISME GENETIK  GOLDMANN

1. Fokus teori sosiologi sastra diarahkan pada sastra yang dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. 

2. Hubungan antara sastra dan masyarakat diteliti dengan berbagai cara : (i) hal-hal yang diteliti adalah faktor-faktor di luar teks itu sendiri, gejala konteks sastra. Misalnya, yang diteliti antara lain kedudukan pengarang dalam masyarakat, sidang pembaca, dunia penerbitan, (ii) hubungan antara aspek-aspek (teks) sastra dan susunan masyarakat. Sejauh mana sistem masyarakat serta perubahannya tercermin di dalam sastra. Dalam hal ini, sastra dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat (Luxemburg, 1986:23-24). 

3.Untuk membahas hubungan sastra dengan masyarakat, strukturalisme genetik merupakan teori penting dari sosiologi sastra yang membedah hubungan kedua entitas itu. Dalam hal ini, Goldmann menyatakan bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destruktusasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk, 1999:12). Menurut Goldmann, struktur itu mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai wakil golongan masyarakatnya (Teeuw, 1984:153). Dalam arti, karya sastra dapat dipahami dari sisi asalnya dan dari sisi terjadinya (genetic) dari latar belakang struktur sosial tertentu (Teeuw, 1984:153). 

untuk selengkapnya silakan download di sini
Bagikan: