Monday 24 August 2015

Nusa-Landa

Pagi itu, tiba-tiba depan rumahku telah penuh dengan ribuan huruf yang riuh bersorak sorai. Beberapa dari mereka ada yang mulai bertindak anarkis dengan merusak rambu-rambu jalan, bahkan menyetop paksa beberapa kendaraan yang lewat.
“Jangan usir kami! Jangan Usir kami!” samar-samar kudengar teriakan mereka yang diselingi dengan berisik suara tangis.
Aku hanya mengintip kejadian langka itu dari balik jendela kamarku di lantai dua. Satu hal yang dapat kuamati adalah sebuah huruf dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang lain nampak begitu geram dan terus menerus berkoar meneriakkan soal hak-hak mereka. Tunggu dulu, sejak kapan para huruf itu punya hak asasi layaknya manusia?
Beberapa waktu yang lalu aku pernah membaca sebuah buku yang tak jelas ditulis oleh siapa ihwal kejadian yang mirip dengan kejadian hari ini. Dalam buku dijelaskan bahwa ada suatu tempat yang cukup jauh dan berbeda dimensi dengan manusia terdapat dunia huruf.
Ya, dunia huruf adalah dunia yang cukup ramai. Karena di dunia tersebut jutaan jenis hurus dari berbagai suku, ras dan bahasa serta bangsa berkumpul jadi satu dan membentuk semacam wilayah dan koloni. Semakin banyak pengguna bahasa dan tulisan, maka semakin luaslah wilayah huruf dan begitu pun sebaliknya.
Beberapa huruf bahkan ada yang mendekati kepunahan karena kian lama kian sempit wilayahnya, dan satau hal yang perlu dipahami bahwa huruf-huruf ini berkembang biak dengan cara membelah diri atau secara aseksual. Namun bila penggunanya kian berkurang kemampuan membelah diri huruf-huruf ini pun menjadi melemah dan bila terus berlanjut, huruf-huruf ini akan punah lantaran tidak mampu berkembang biak.
Di sebelah selatan dunia huruf, terdapat salah satu suku bernama Suku Nusa. Sekitar seratus tahun yang lalu, wilayah suku nusa tidaklah begitu luas. Kira-kira tak lebih besar daripada pulau Bali yang ada di dunia kita. Namun setelah beberapa dekade berlalu, Suku Nusa kian berkembang dan memiliki wilayah yang semakin luas pula.
Salah satu faktor yang membuat Suku Nusa ini semakin berkembang luas adalah saat mereka diakuisisi oleh sebuah bangsa di dunia yang menjadikan mereka komponen penyusun bahasa dari bangsa tersebut pada tanggal 28 oktober 1928. Dengan demikian jumlah pengguna Suku Nusa pun kian meningkat secara signifikan.
Kabar tentang semakin berkembangnya Suku Nusa ini akhirnya sampai di telinga Suku Landa. Suku Landa adalah suku yang mempunyai wilayah paling luas di dunia huruf. Bahkan lebih dari setengah dunia huruf adalah wilayah Landa. Mereka-mereka ini, selalu merasa superior dan merasa memiliki otoritas paling tinggi di dunia huruf. 
Karena Suku Landa mulai merasa cemas akan perkembangan Suku Nusa, akhirnya pimpinan Suku Landa memerintahkan anak buahnya untuk berbaris dan membentuk kalimat semacam surat yang akan dikirimkan ke dunia nyata melalui pos antar dimensi. Surat itu ditujukan kepada beberapa oknum dunia yang dipercaya oleh Suku Landa dapat memainkan perekonomian dunia sehingga memaksa bebearapa wilayah untuk bekerja sama dan membuka peluang untuk menggunakan bahasa dari suku Landa.
Dan rencana Landa pun berhasil. Hanya dengan beberapa hari saja dunia nyata digonjang-ganjingkan dengan krisis keuangan yang memaksa beberapa negara untuk membuka kemudahan guna menarik investor, akibatnya pengguna bahasa Suku Landa pun juga mengalami peningkatan dan menghambat perkembangan serte persebaran bahasa Suku Nusa.
Beberapa badan intelejen Suku Nusa mengamati bahwa telah terjadi beberapa penghiatan kecil dari bangsa yang dulu telah bersumpah akan menjaga Bangsa Nusa saat sumpah tanggal 28 Oktober. Mengetahui hal tersebut, segeralah pemimpin Suku Nusa mengumpulkan semua rakyatnya untuk diajak pergi menuju dunia nyata menggunakan pesawat 3GN4-AIR Multi dimensi. Pemimpin Suku Nusa hendak mendesak agar pemimpin negara di dunia nyata tetap mempertahankan jumlah pengguna bahasa dari Suku Nusa, kerena bila dibiarkan lambat laun Suku Nusa akan terancam punah.
“Selamatkan Kami! Selamatkan Kami!” teriak huruf-huruf itu disertai dengan suara tangis yang makin mengiris hati. Dan aku hanya mampu melihat kejadian itu di balik jendela tanpa mampu berbuat apa-apa.
“Menyenangkan bukan?” tiba-tiba pimpinan huruf Suku Landa berdiri tepat di belakangku sambil tersenyum puas.
Bagikan:

0 comments: