Sunday 28 June 2015

Pesan Untuk Tiga Teman sepermainan

Entah ada angin apa yang menerpa batinku, tiba-tiba saja aku teringat dengan kisah-kisah yang pernah kita lalui bersama saat masih duduk di sekolah menengah dulu. Bagaimana keadaan kalian? Sehat kan?? Tentu saja aku berharap Tuhan senantiasa melindingi teman-teman sepermainanku.
Cukup lama kita tak saling berjumpa, jarak dan kesibukan boleh tersalahkan sebagai penyebabnya. Kita berempat terpencar di tiga tempat yang berbeda, dan kecil kemungkinan kita berjumpa walau rumah kita sebenarnya berdekatan, kecuali kalian berdua, Anin dan Alin, sebab kalian sama-sama berada di Surabaya, meskipun sebenarnya aku sendiri tak yakin kalau kalian akan mau menyempatkan waktu buat bertemu. Kesibukan, ya aku maklum.
Saat masih di SMP aku tak mengira kita akan berpisah seperti ini, Ega di Malang, Anin Alin di Surabaya, dan aku . . . Ahay aku masih transisi dari Pati ke Yogyakarta alias Jogja. Tentu saja, saat itu, hampir tak ada hari yang kita lalui tanpa kebersamaan. Bahkan saat hari libur pun, selalu saja ada alasan buat kita untuk bertemu di sekolah. Haha, mungkin itulah yang namanya teman.
Baru saja aku termenung, dan menyadari bahwa dunia seni adalah satu hal yang menyatukan kita yang berbeda-beda ini. Ya. . . Meski pun aku sadar, seniku tak terlalu baik--lebih-lebih seni musik--jika dibandingkan dengan kalian, Setidaknya aku cukup cakap untuk bercerita dan memberikan kalian peluang untuk mengejekku atas guyonan-guyonanku yang jarang berhasil. Tak apa.
Satu kenangan yang masih terekam kuat di benakku adalah saat kiat bermain teater di Oktober 2010 lalu. Yang aku ingat bukanlah keberhasilan kita menampilkan sebuah drama yang pada akhirnya menarik minat kakak-kakak SMA untuk mengajak kita tampil bersama di Januari 2011, melainkan proses-proses yang kita lalui untuk sampai pada keberhasilan kecil itu.
Aku masih ingat betapa seriusnya seorang sutradara cantik bernama Agatha Mega Kristi membuat naskah drama berjudul Hilangnya Happy Ending Story Maker. Aku masih ingat betapa kerasnya ia mengoreksi hasil editan naskah yang aku ketik, dan tentunya juga aku akan salalu ingat bagaimana ia memaksaku untuk mencari laptop untuk menulis naskah karena saat itu laptopku sedang digaransikan. Aku masih ingat betapa all out-nya seorang Anindia Hardiyanti mendandani dirinya yang seharusnya tanpa didandani pun wajahnya sudah mendekati make up penyihir jahat dengan rambut yang bermekaran.
Dan tentunya aku masih ingat betapa hebatnya seorang Alinnur Awalina membuat dirinya nampak bodoh dengan baju dan tingkahnya, ya aku masih ingat semua itu, termasuk teman-teman lain.
Kalian ingat, aku sempat dimarahi habis-habisan oleh Bu Endah lantaran hendak menyalahkan sekolah karena tak sedikitpun memberi dana untuk acara ini. Tak hanya Bu Endah, bahkan suaminya pun, Pak Dadija Oetama juga mendiamkan aku lantaran menyebut Apresiasi Seni & Sastra dengan Pentas Seni karena dianggap mengubah total inti makna kegiatan. Dan saat itu aku sempat berpikir, apakah semua seniman itu serumit ini? Namun beberapa tahun aku mondok, aku baru sadar bahwa itulah yang namanya prinsip dan The Power of Words.
Ahay, kita pernah bertingkah tanpa logika saat usia itu, bahkan terlampau sering. Sekarang, diusia kita yang boleh dikatakan telah remaja menuju dewasa ini, terbesit dalam benakku sebuah pertanyaan yang mengkin tak memerlukan jawaban vokal, namun memerlukan jawaban berupa tindakan, “Kapan kita akan berpentas dalam satu panggung lagi?” 
Aku menyadari, bahkan sudah sejak dulu, bahwa kelihaianku berakting kalah jauh dibandingkan kalian bertiga, namun sudah sejak lama pula aku sedikit mengubah cara pandangku, bahwa kualitas akting yang sesungguhnya tak diukur saat seseorang menginjak panggung semata, melainkan juga saat ia turun dari panggung, masih mampukah ia berakting sesuai tuntutan naskah yang telah ditulis oleh Tuhannya? Karena rupanya itu adalah akting yang paling sulit dan drama manusia terpanjang yang pernah di pentaskan di jagat ini.
Anin, Ega, Alin, aku berprasangka kalau kalian akan menjadi orang yang berhasil, satu hal saja yang ingin kumohon pada kalian untuk suatu hari nanti, tolong ajari juga anak-anak generasi bangsaku. Ajari mereka untuk berbuat jujur, berterima kasih dan memaafkan, itu saja.
I Miss you all.
Bagikan:

Tuesday 23 June 2015